Perbankan syariah
Perbankan syariah atau perbankan Islam (al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang
pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).
Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan riba dalam agama Islam (riba : meminjamkan atau memungut pinjaman
dengan mengenakan bunga pinjaman), serta larangan untuk berinvestasi
pada usaha-usaha berkategori haram
(dilarang). Seperti termaktub dalam al-Qur’an Surat Al-baqarah ayat 275 :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.”
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah
diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20
mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial
swasta
atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Sejarah Perbankan syariah
Suatu bentuk awal ekonomi
pasar
dan merkantilisme,
yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah
mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode
tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas
saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara
ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak
terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu
gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan
dan Malaysia
telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non
konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural
Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan
10 -15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di
masa depan. Laporan dari International
Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan
bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam
yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas
penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia,
maupun Amerika.
Diperkirakan terdapat lebih dari USD 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang
dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist.
Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.
Analisis Perusahaan Induk CIMB Group
menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam
sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah
diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai USD 25 miliar pada 2010.
Prinsip perbankan syariah
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti
perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan
keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam
melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:
-
Perniagaan
atas barang-barang yang haram,
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
adalah sebagai berikut:
Bank
Syariah
|
Bank
Konvensional
|
Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
|
Melakukan investasi baik yang halal/haram
menurut hukum Islam
|
Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli,
dan sewa
|
Memakai perangkat suku bunga
|
Berorientasi keuntungan dan falah
(kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
|
Berorientasi keuntungan
|
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
kemitraan
|
|
Penghimpunan dan penyaluran dana
sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
|
Penghimpunan dan penyaluran dana tidak
diatur oleh dewan sejenis
|
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on
Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah
bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang
sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis
syariah antara lain:
A. Titipan atau simpanan
-
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana
penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank
tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
-
Deposito Mudharabah, nasabah
menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari
investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank
dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
B. Bagi hasil
-
Al-Musyarakah (Joint Venture),
konsep ini diterapkan pada model partnership
atau joint venture. Keuntungan
yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan
dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan
mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan
manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
-
Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu
yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
-
Al-Muzara'ah, adalah
bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang
pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
-
Al-Musaqah, adalah bentuk lebih
yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas
penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen.
C. Jual beli
-
Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank
akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan
yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut.
Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok
ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin
bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta
dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
-
Bai' As-Salam, Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas
dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara
kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang
pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai)
tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam
kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh
lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang
direkomendasikan penjual.
-
Bai' Al-Istishna', merupakan
bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar
secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing
kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana
semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai
pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan
pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
D. Sewa
- Al-Ijarah, adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (Ownership) atas barang itu
sendiri. dengan memberi penyewa kesempatan untuk mengambil
pemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang
besarnya telah disepakati bersama. Dalam aplikasi, Al Ijarah dapat dioperasikan dalam bentuk operating lease
-
Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik. Dalam
perkembangannya kontrak Al-Ijarah dapat pula dipadukan dengan kontrak jual-beli
yang dikenal dengan istilah “sewa-beli”
yang artinya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang oleh si penyewa
pada akhir periode penyewaan (financial lease).
Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik
barang) dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk
cicilan pokok harga barang sehingga pada akhir masa perjanjian penyewa dapat membeli
barang tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank.
Karena itu biasanya Ijarah ini dinamai dengan “al Ijarah waliqtina” atau “al Ijarah alMuntahia Bittamliik”.
umumnya Lembaga Keuangan biasanya menggunakan Al Ijarah dalam bentuk sewa-beli ini
(al Ijarah alMuntahia
Bittamliik) karena lebih sederhana dari sisi pembukuan, dan Lembaga
Keuangan tidak direpotkan untuk pemeliharaan asset, baik saat leasing ataupun sesudahnya.
E. Jasa
-
Al-Wakalah, adalah suatu akad
pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai
dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.
-
Al-Kafalah, merupakan jaminan (garansi) yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat
pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak
lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan
jaminan seseorang.
-
Al-Hawalah, (factoring menurut isalam) merupakan pengalihan utang dari
orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan
kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam
dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
-
Ar-Rahn, adalah suatu akad
pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai
dengan syariah.
-
Al-Qardh, adalah salah satu
akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah
memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan
atau bunga (riba), yang secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong
bukan komersial.
Tantangan Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak
diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai
250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di
Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata
tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan
laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu,
Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah,
masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit
lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset
perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset
perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode
Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia
memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan
dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif
pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada
perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong
pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim,
berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai
penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan
HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha
syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap
membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria
bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2
triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi
pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh
berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di
masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank
itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian.
Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan
besar karena penduduk Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang
sangat potensial. Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank
itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh
bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi
tetap saja bagi umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan
besar.
Tetapi sistem perbankan syariah di Indonesia masih belum
sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu masih berinduk pada Bank Indonesia,
idealnya pemerintah Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang
setingkat Bank Indonesia yaitu Bank Indonesia Syariah.
Tidak ada komentar: